Kamis, 05 Mei 2011

BAB III PEMBAHASAN


BAB III PEMBAHASAN


A. Unsur-Unsur Pemercepat Program Inovasi
Suherli (2010 : 55) Secara umum keadaan rutin atau stagnan di sebuah sekolah merupakan kemandegan yang mengakibatkan banyak dampak negatif. Kejenuhan bagi para guru, pengelola sekolah, karyawan, dan kepala sekolah merupakan salah satu bentuk negatif akibat dari stagnasi ini. Hilangnya motivasi mengajar dan bekerja juga bisa terjadi. Hal ini mungkin saja terjadi. Ambilah contoh seorang guru yang mengajar disebuah sekolah selama lima belas tahun atau dua puluh tahun. Kurun waktu yang begitu lama akan terasa menjemukan tak ada perubahan apa-apa. Mengajar tetap dengan metode klasik ceramah, lingkungan tak ada perubahan, format pendidikan juga tak terlalu jauh berbeda. Perubahan kurikulum mulai dari Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan hanya terasa sekedar bungkus luar yang tak mampu menyentuh secara esensial apa yang seharusnya menjadi perubahan. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang seharusnya terfokus kepada siswa belajar, tetap saja terpola dengan fokus guru mengajar. Bagi siswa yang hanya belajar selama 3 (tiga) tahun di SMP atau SMA misalnya, mungkin tidak terlalu lama waktu yang dialaminya, sehingga tidak terlalu dalam dampak negatif yang dialamainya.
Mengingat bahwa guru umumnya lebih lama berada di lembaga sekolah tertentu, maka seyogyanya program pembaharuan dan inovasi segera dilaksanakan. Jika program ini baru dilaksanakan, mungkin berbagai pihak yang terkait dan terkena imbasnya akan berkompromi atau menolak terjadinya perubahan. Jika pemahaman serta difusi program-program semacam ini telah seluruhnya diterima oleh lingkungan, maka sebaiknya optimalisasi program ini dimulai. Mengingat bahwa persaingan antar lembaga, antar lembaga dalam kawasan regional, nasional bahkan internasional semakin nampak, maka pilihan untuk segera mengadakan percepatan merupakan pilihan yang tidak untuk ditawar. Hanya saja perlu dipertimbangkan bagaimana konsep-konsep yang jelas tentang program inovasi yang akan dipercepat itu dirumuskan secara matang.
Perumusan konsep ini lebih baik melibatkan banyak pihak, misalnya pihak intern sekolah, guru, kepala sekolah dan karyawan, komite sekolah, tokoh masyarakat, diutamakan yang mempunyai anak bersekolah di sekolah tersebut agar keterikatan emosionalnya membantu mendukung program inovasi secara penuh, stakeholder, atau pihak-pihak lain yang dipandang perlu dan urgen.
1. Permasalahan Dalam Inovasi Pendidikan
Menyimak pengertian inovasi diatas, bahwa “Inovasi adalah ide, barang, kejadian, metode yang diamati…” maka inovasi di sekolah tentu mengandung arti sebuah ide baru yang ada disekolah, kejadian di sekolah yang terprogram dan dipolakan, serta metoda yang diamati di lingkungan sekolah. Sementara untuk kata barang atau mungkin penambahan atau pengadaan barang bukanlah sebuah inovasi.
Istilah inovasi sekolah dapat mengandung dua pengertian, yakni inovasi terhadap sekolah dan inovasi yang dilakukan di dalam sekolah. Inovasi sekolah lebih cenderung bahwa program inovasi dilakukan oleh pihak luar, sedangkan untuk pengertian yang kedua, inovasi di dalam sekolah, mengandung arti bahwa terdapat inovasi yang dilakukan di dalam sekolah. Pelaku inovasi ini bisa guru, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, jajaran tata usaha dan sebagainya. Namun dari kedua pemikiran tentang inovasi sekolah, kedua-duanya mempunyai tujuan yang sama, yakni meningkatkan kualitas siswa, kualitas lulusan agar dapat diterima di masyarakat.
Menurut Nurul Zuriah (2007 : 29), masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara das sollen (yang ideal) dengan das sain (yang senyatanya), yakni kesenjangan antara apa yang seharusnya (menjadi harapan) dengan apa yang ada di lapangan. Suherli (2010 : 57)
Masalah-masalah yang berkaitan dengan inovasi, pada dasarnya harus dicarikan jalan keluarnya agar inovasi dapat berlangsung tanpa hambatan apapun.
Sebagai bahan awal kajian, dibawah ini diberikan contoh inventarisir masalah yang berkaitan dengan inovasi, ditinjau dari das sollen dan das sain misalnya :



UNSUR DAS SOLLEN DAS
SAIN IDENTIFIKASI MASALAH INOVASI YANG DIHARAPKAN
Siswa Aktif Pasif Guru selalu menggunakan metode ceramah Diadakan pengembangan pemberian metoda
Perhatian Apriori Cara guru mengajar membosankan Mencari alterntif baru tentang pengelolaan kelas
Mengerjakan PR Tidak mengerjakan PR Siswa tidak memahami materi belajar Selalu membuka jam pelajaran tambahan tanpa diminta
Semangat, terus bertanya Tidak semangat Guru tidak mampu membangunkan motivasi Berusaha mengevaluasi diri

UNSUR DAS SOLLEN DAS
SAIN IDENTIFIKASI MASALAH INOVASI YANG DIHARAPKAN
Guru Datang tepat waktu Sering datang terlambat Tidak takut terhadap peraturan sekolah Dibuat peraturan/tata tertib beserta skor pelanggaran
Membuat RPP Tidak membuat RPP Guru malas Guru diwajibkan membuat softcopy sehingga untuk semester-semester berikutnya tinggal melakukan revisi
Melakukan ulangan harian minimal 3 kali dalam 1 semester Melakukan 1 kali bahkan tidak pernah ulangan Guru tidak mempunyai program dan I’tikad baik membimbing siswa Kepala Sekolah melakukan pemanggilan khusus untuk mendiskusikan masalah di kelas
Datang tepat waktu Sering datang terlambat Guru tidak bisa/tidak patut diteladani Selalu mengingatkan kepada semua warga sekolah,dengan menulis di spanduk yang besar dan dapat diakses darimana saja

Dari beberapa kasus yang mungkin terjadi di lapangan, kasus ini adalah kasus-kasus kecil. Akan tetapi kita tidak boleh membiarkan kasus-kasus kecil tersebut menjadi berkembang dan sulit untuk diperbaiki.
Inovasi-inovasi dalam matriks diatas nampak sangat sederhana, namun keterlanjutan masalah penerapan inovasi inilah yang sebenarnya sangat diperlukan oleh lembaga sekolah.
2. Sumber-Sumber Terjadinya Inovasi Pendidikan
Analisis dan inventarisir tentang kemungkinan-kemungkinan faktor yang menjadi sumber munculnya inovasi dinyatakan oleh Drucker dalam Sudarwan Damin (2002 : 150) mengemukakan beberapa sumber terjadinya perubahan adalah : The unexpected (kondisi yang tidak diharapkan), The Incongruity (munculnya ketidakwajaran), Innovation based on process need (kebutuhan yang muncul dalam proses), Changes in industry structure or market structure (perubahan dalam struktur industri pasar), Demographics (kondisi demografis), Changes in perception, mood and meaning (perubahan persepsi, suasana dan makna), dan New Knowledge (pengetahuan baru). Suherli (2010 : 59). Penjelasan masing-masing beserta contoh-contoh di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut :
a. The unexpected (Kondisi yang tidak diharapkan)
Didalam lingkungan sekolah banyak sekali kondisi yang tidak diharapkan banyak pihak, misalnya mahalnya biaya tambahan di sekolah tersebut, layanan sekolah yang kurang optimal, kemampuan guru yang rendah, tingkat kualifikasi guru yang kurang memenuhi syarat, kondisi kultur yang tidak kondusif.
Kondisi semacam ini biasanya menyebabkan orang menjadi berontak untuk menghindari atau memperbaiki kondisi. Sehingga secara logis inovasi yang muncul dapat diharapkan di sini.
b. The Incongruity (Munculnya ketidakwajaran)
Kondisi-kondisi yang tidak wajar / menyimpang semacam penerimaan siswa baru yang melibatkan banyak oknum lain di luar sistem ikut campur tangan, penjurusan program yang dipaksakan, kelulusan yang direkayasa dan sebagainya, juga merupakan beban bagi pengelola sekolah, terutama bagi mereka yang masih menyimpan idealisme tinggi. Kondisi semacam ini jelas ingin untuk ditiadakan, sehingga mereka yang mau berfikir memikirkan bagaimana cara agar penerimaan siswa baru memiliki sistem yang aman, program penjurusan yang disadari oleh orang tua maupun siswa, sistem pengujian yang wajar dan sebagainya akan dapat memunculkan inovasi.
c. Innovation based on process need (Kebutuhan yang muncul dalam proses)
Dalam proses pengelolaan sekolah kadang-kadang terlintas ide baru yang datang dengan tiba-tiba. Ide ini sebaiknya segera dikomunikasikan dengan yang lain. Interaksi ini akan menghasilkan gagasan-gagasan baru milik bersama, sehingga walaupun tidak dilaksanakan sejak awal namun inovasi dapat muncul di tengah jalan.
d. Changes inovasi industry structure or market structure (Perubahan dalam struktur industri pasar)
Perubahan struktur pada industri pasar sering mendorong kepala sekolah atau pengelola sekolah untuk mengambil tindakan inovasi. Mengingat konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya kepala sekolah sangat leluasa untuk mengembangkan inovasi disekolahnya. Misalnya dengan berkembangnya industri, sekolah dapat mengambil kebijakan kurikulum yang semula kognitif oriented menjadi psikomotor oriented. Paling tidak ada penambahan porsi dalam hal peningkatan keterampilan siswa. Kasus lain semisal sekarang banyak sekali permintaan tenaga kerja ke Korea dan Jepang, kepala sekolah dapat menentukan perubahan muatan bahasa asing dengan dua bahasa ini.
e. Demographics (Kondisi demografis)
Kondisi alam lingkungan yang berbeda-beda tentu saja akan membedakan keputusan inovasi. Demikian pula pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana akan berbeda pula. Sekolah-sekolah yang berada di perkotaan misalnya, upaya inovasi suasana pembelajaran akan nampak lebih dinamis dan beragam. Dukungan infrastruktur dan jaringan komunikasi sangat memberikan pengaruh percepatan program inovasi. Akan tetapi di daerah-daerah yang jauh dari fasilitas, suasana pembaruan sangat sulit untuk muncul. Misalnya faktor siswa yang lebih mementingkan membantu orang tua di sawah atau ladang, atau mencari mata pencaharian lain. Belum lagi faktor guru yang mungkin dari segi kehadiran sangat kurang dari yang seharusnya.
f. Changes in perception, mood and meaning (Perubahan persepsi, suasana dan makna)
Saat ini secara umum penerimaan masyarakat terhadap informasi dari berbagai media masa cukup responsif. Dengan adanya informasi yang beragam itu mendorong sebagian orang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu yang baru agar tidak ketinggalan dari yang lain.
g. New Knowledge (Pengetahuan Baru)
Usaha-usaha yang dilakukan berbagai pihak, baik individu, lembaga swadaya masyarakat atau pemerintah, baik daerah, provinsi maupun pusat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, semacam seminar, lokakarya, penataran, workshop dan sebagainya selalu mendatangkan hal baru bagi yang melaksanakan. Setelah selesai melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut banyak sekali hal yang dapat diperoleh. Motivasi-motivasi dan keharusan menyampaikan apa yang telah didapatnya mendorong orang mau melakukan inovasi berdasarkan apa yang ia dapatkan.
3. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
Disamping hal-hal yang menyebabkan munculnya inovasi di atas, terdapat pula hal-hal yang mempengaruhi jalannya inovasi. Suherli (2010:61) dalam bahan perkuliahan menyatakan ada 4 ( empat ) hal yang mempengaruhi inovasi yaitu : Efisiensi, Kebermanfaatan, Keterlibatan, dan Kebergunaan.
a. Efisiensi
Program inovasi yang dilaksanakan harus mempertimbangkan unsur efisiensi. Efisiensi lebih cenderung kepada optimalisasi penggunaan waktu dibanding dengan produk yang dihasilkan atau yang diharapkan. Oleh karena itu program inovasi yang dirancang sebisa mungkin dapat dilaksanakan sesuai kurun waktu yang disediakan. Misalnya pemilihan inovasi pada bidang pengajaran, penjabaran dalam kegiatan belajar mengajar paling tidak pada satu buah rencana mengajar program ini selesai. Waktu berikutnya digunakan untuk melakukan evaluasi, termasuk di dalamnya menginventarisir hambatan-hambatan yang ada sehingga pada tahap - tahap berikutnya hambatan - hambatan ini dapat dieliminir.

b. Kebermanfaatan
Segala sesuatu yang digolongkan ke dalam inovasi harus bermanfaat. Inovasi tidak dapat hanya mempertimbangkan atau menyalurkan hasrat ide orang atau sekelompok orang akan tetapi juga harus memperhitungkan faktor manfaat yang diperoleh. Sebagai contoh dalam suatu sekolah dibutuhkan fasilitas pendukung KBM di kelas yaitu produk bahan ajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Misalnya terdapat seorang guru yang mampu menguasai penggunaan software-software semacam flash dan sejenisnya yang bisa dijadikan alat pengolah bahan pelajaran interaktif. Jika ia ingin mengembangkan inovasi dengan cara melatih banyak guru untuk menguasai penerapan software ini rasanya kurang bermanfaat, sebab tingkat kesulitan yang ada cukup tinggi.
Jika ingin melakukan inovasi pemasyarakatan berbasis TIK di sekolah, seyogyanya dimulai dari yang sederhana semacam penggunaan aplikasi office seperti Power Point, Word dan Excel.
c. Keterlibatan
Program-program inovasi yang akan digulirkan melibatkan banyak pihak. Diantaranya adalah pihak penerima. Untuk maka perlu dilakukan upaya-upaya sosialisasi dan difusi inovasi kepada calon penerima atau pengguna.
d. Kebergunaan
Pertimbangan kuantitas pengguna / kostumer terhadap program inovasi harus dikedepankan. Program inovasi yang dibuat itu lebih banyak berguna untuk siapa ? untuk dirinya sendirikah ? Ataukah menyangkut kegunaan bagi orang lain atau pihak lain yang kuantitasnya lebih banyak ? Sebagai contoh apabila seseoranag melakukan inovasi pembelajaran, mungkin sekali program ini terlalu dipaksakan. Tetapi si pembuat program mempunyai tendensi lain yakni ingin karyanya diakui dan diberi penghargaan angka kredit. Dengan demikian model program semacam ini hendaknya jangan dilakukan, pilihlah alternatif yang lain.
Faktor-faktor lain tentunya dapat juga dimasukkan ke dalam unsur pemengaruh terhadap inovasi.
4. Faktor-Faktor Pemercepat Inovasi Dalam Pendidikan
Keputusan inovasi tentunya diawali dengan program dan diakhiri dengan evaluasi. Ditengah-tengah proses berlangsungnya inovasi atau mungkin juga ditengah berlangsungnya uji coba, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi, baik intern maupun ekstern.
Untuk memperjelas gambaran, berikut ini skema kegiatan inovasi beserta hal-hal yang mempengaruhinya.
Dalam skema tersebut nampak bahwa analis SWOT merupakan pangkal dari akan diberlakukannya inovasi. Program inovasi yang dipilih harus didiskusikan terlebih dahulu kepada yang berwenang di sekolah. Dari hasil-hasil diskusi tersebut akan nampak atau terinventarisir.
Dalam skema yang dimaksud Pelaksanaan Program adalah Proses Inovasi. Proses ini semuanya tergantung kepada yang terlibat melaksanakan serta sikap untuk menerima atau menolak dari sasaran inovasi.
Menurut Udin. S (2008 : 45) Proses Inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Jika serangkaian aktifitas ini dilakukan secara bersama-sama, maka tentu akan terdapat koordinasi antar unsur. Akan tetapi yang perlu diingat adalah bahwa dalam setiap interaksi antar manusia kadang terjadi sesuatu yang dapat menghambat dan mempercepat laju inovasi.
Dalam makalah ini penulis hanya akan menyoroti masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat mempercepat proses hingga akhir inovasi.
Menurut Everett M. Rogers dalam Udin. S (2008 : 21) menyatakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya iniovasi yaitu Keuntungan Relatif, Kompatibel, Kompleksitas, Trialabilitas, dan dapat diamati.
a. Keuntungan Relatif, dimana inovasi diukur dari keuntungan secara ekonomi. Artinya semakin sasaran melihat ada keuntungan yang besar, maka inovasi dipastikan akan berjalan semakin cepat.
b. Kompatibel, Yakni tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai yang ada. Semakin sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maka akan semakin cepat inovasi dijalankan. Sebagai contoh inovasi tentang lingkungan sehat yang bebas rokok. Karena hal ini bertentangan dengan kultur yang sudah mengurat mengakar maka inovasi ini akan sulit untuk dilaksanakan.
c. Kompleksitas, adalah tingkat kesulitan difusi inovasi ke masyarakat. Menanamkan pemahaman kepada rakyat yang kurang pendidikan kadang-kadang sulit. Oleh karena itu faktor kompleksitas ini akan membawa kepada konseptor inovasi untuk mencari metoda agar pesan-pesan inovasi dapat mudah diterima oleh masyarakat, sehingga inovasi akan berjalan lebih cepat.
d. Mudah Diamati, suatu inovasi akan mudah berkembang jika hasil dari inovasi itu dapat diamati secara langsung. Misalnya hasil-hasil dari pelatihan yang akan dijadikan bahan latihan keterampilan berikutnya, dibanding misalnya dengan inovasi tentang pendidikan kognitif yang hasilnya tidak bisa diamati secara langsung.
Dalam pembahasan lain disebutkan pula misalnya pembiayaan, modal balik, efisiensi, resiko, komunikabel, status ilmiah, kadar orsinalitas, keterlibatan sasaran, dan sebagainya termasuk dalam unsur yang bisa mempercepat laju inovasi.
Melihat pada skema diatas terdapat eksternal dan internal yang dapat mempercepat inovasi. Dari hasil dugaan, penyimpulan, pemikiran dan pengamatan dilapangan maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemercepat inovasi dilihat dari internal dan eksternal.
a. Faktor Internal
1) Motivasi diri, seperti ingin maju, ingin berkembang, ingin mencoba, ingin dipuji, ingin bersaing.
2) Komitmen, merupakan wujud dari janji kebersamaan akan mempercepat proses inovasi karena setiap yang terlibat didalamnya merasa bertanggung jawab terhadap isi komitmen yang dibuat bersama.
3) Tersedia Sumber Daya Manusia (SDM), maksudnya terdapat sumber daya manusia yang baik. Kelompok-kelompok ini akan membawa dampak positif sehingga mampu untuk membujuk pihak-pihak yang masih ragu akan program inovasi.
4) Melanjutkan konsep, artinya dilingkungan sekolah belum ada menjadi menciptakan konsep, sudah ada konsep untuk diwujudkan, sudah ada konsep tetapi belum optimal, maka perlu pengoptimalan.
5) Kepala Sekolah, mengenai gaya kepemimpinan disorot oleh Made Pidarta (2004 : 227) dalam ragam gaya kepemimpinan. Pembina / pengembang, yang menekankan efektivitas dan individu bawahannya. Pemimpin ini selalu berusaha untuk mengembangkan potensi setiap bawahannya. Suherli (2010 : 66). Sedangkan dalam E. Mulyasa (2008 : 119) kepala sekolah sebagai inovator harus mampu mencari, menemukan dan melaksanakan berbagai pembaruan di sekolah. Suherli (2010 : 66)
b. Faktor eksternal
1) Pujian, Reward atau penghargaan, ini diberikan kepada pihak pemrakarsa atau kelompok yang telah sukses melakukan inovasi. Diharapkan ini akan memacu inovasi-inovasi yang lain. Bentuk reward ini memang termasuk dalam manajemen ketanaan ( personalia ) . E. Mulyasa (2006 : 21) menyatakan “Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah (reward) dan sanksi (punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kependidikan ( guru dan nonguru ) dapat dilakukan oleh sekolah. Artinya, pemberian reward memang merupakan pengakuan terhadap prestasi yang telah diraih. Suherli ( 2010 : 67 )
2) Adanya peraturan, adanya instruksi. Dua hal ini seperti yang disampaikan oleh Udin. S ( 2008 : 68 ) ini berkaitan dengan strategi paksaan (power strategis) terhadap klien untuk mencapai tujuan perubahan.
3) Tersedianya dana, baik itu dana yang berasal dari komite sekolah, blockgrant atau bantuan langsung dari pemerintah pusat. Inovasi akan berjalan cepat, karena umumnya kegiatan inovasi berbanding lurus dengan biaya.
4) Peran Komite Sekolah, peran yang dimaksud adalah peran yang nyata. Komite sekolah yang mampu mempercepat proses inovasi adalah komite sekolah yang mampu menggali dana dan dukungan non materil dari berbagai pihak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar